Sunday, October 18, 2015

ANALOGI



Pengertian Analogi
Dalam ilmu bahasa analogi adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada.
Contoh:
Pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Defenisi lain  yang di maksud dengan analogi adalah suatu proses penalaran dengan menggunakan perbandingan dua hal yang berbeda dengan cara melihat persamaan dari dua hal yang di perbandingkan tersebut sehingga dapat digunakan untuk memperjelas suatu konsep.

Macam-Macam Analogi
a.      Analogi Induktif

Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat  bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
b.       Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.

Cara Menilai Analogi
Untuk menguji apakah analogi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya, dapat kita gunakan analisa berikut:
a.         Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin banyak peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar taraf kepercayaannya. Misalnya, suatu ketika saya mengambil mata kuliah Logika dengan dosen bapak Faizin dan ternyata beliau murah hati dalam memberikan nilai kepada mahasiswanya, maka atas dasar analogi, saya bisa menyarankan kepada teman saya, si B, untuk memilih bapak Faizin sebagai dosen mata kuliah logikanya. Analogi saya menjadi lebih kuat setelah B juga mendapat nilai yang memuaskan dari bapak Faizin. Analogi menjadi lebih kuat lagi setelah ternyata C, D, E, dan F juga mengalami hal serupa.
b.      Semakin banyak aspek yang menjadi dasar analogi
Semakin besar taraf kepercayaannya. Misalnya, tentang flashdisk yang baru saja saya beli di sebuah toko A. Bahwa flashdisk yang baru saya beli tentu akan awet dan tidak mudah terserang virus karena flashdisk yang dulu dibeli di toko A juga demikian. Analogi menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga harganya, mereknya, dan kapasitasnya.
c.       Sifat dari analogi yang kita buat.
Semakin rendah taksiran yang dianalogikan, semakin kuat analogi itu. Misalnya, Ahmad yang duduk di kelas unggulan di SLTP Harapan Bangsa dapat menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 60 menit. Kemudian kita menyimpulkan bahwa Olivia, teman satu kelas Ahmad juga akan bisa menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 60 menit, analogi demikian cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa Olivia akan menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 50 menit, dan menjadi lemah jika kita mengatakan bahwa Olivia akan menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 75 menit.
d.      Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda, semakin kuat analogi itu. Misalnya, kita menyimpulkan bahwa Fahri adalah mahasiswa yang pandai karena dia berhasil menjadi delegasi untuk dikirim ke Mesir. Analogi ini menjadi lebih kuat jika dipertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para delegasi sebelumnya, A, B, C, D dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, keluarga, daerah, pekerjaan orang tua, toh kesemuanya adalah mahasiswa yang pandai.
e.       Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila masalah yang dianalogikan itu relevan, maka semakin kuat analogi itu. Bila tidak, analoginya tidak kuat dan bahkan bisa gagal. Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Misalnya, kita tahu bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya. Bila kena panas, rel tetap pada posisinya. Maka ketika hendak membangun rumah, kita menyuruh tukang untuk memberikan jarak pada tiap sambungan besi pada rangka rumah. Disini kita hanya mendasarkan pada suatu hubungan kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung.


No comments:

Post a Comment