Pengertian Analogi
Dalam ilmu bahasa analogi adalah
persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan
kata baru dari kata yang telah ada.
Contoh:
Pada kata dewa-dewi, putra-putri,
pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Defenisi lain yang di maksud
dengan analogi adalah suatu proses penalaran dengan menggunakan perbandingan
dua hal yang berbeda dengan cara melihat persamaan dari dua hal yang di
perbandingkan tersebut sehingga dapat digunakan untuk memperjelas suatu konsep.
Macam-Macam Analogi
a. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang
disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik
kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena
kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat
bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan
pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu
masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan
masuk babak final jika berlatih setiap hari.
b. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode
untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat
bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang baik
diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana
manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara
akal dan hati.
Cara Menilai Analogi
Untuk menguji apakah analogi yang
dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya, dapat kita gunakan analisa berikut:
a. Sedikit
banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin
banyak peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar taraf kepercayaannya.
Misalnya, suatu ketika saya mengambil mata kuliah Logika dengan dosen bapak
Faizin dan ternyata beliau murah hati dalam memberikan nilai kepada
mahasiswanya, maka atas dasar analogi, saya bisa menyarankan kepada teman saya,
si B, untuk memilih bapak Faizin sebagai dosen mata kuliah logikanya. Analogi
saya menjadi lebih kuat setelah B juga mendapat nilai yang memuaskan dari bapak
Faizin. Analogi menjadi lebih kuat lagi setelah ternyata C, D, E, dan F juga
mengalami hal serupa.
b.
Semakin banyak aspek yang menjadi dasar analogi
Semakin
besar taraf kepercayaannya. Misalnya, tentang flashdisk yang baru saja saya
beli di sebuah toko A. Bahwa flashdisk yang baru saya beli tentu akan awet dan
tidak mudah terserang virus karena flashdisk yang dulu dibeli di toko A juga
demikian. Analogi menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga
harganya, mereknya, dan kapasitasnya.
c.
Sifat dari analogi yang kita
buat.
Semakin rendah taksiran yang
dianalogikan, semakin kuat analogi itu. Misalnya, Ahmad yang duduk di kelas
unggulan di SLTP Harapan Bangsa dapat menyelesaikan 50 soal matematika dalam
waktu 60 menit. Kemudian kita menyimpulkan bahwa Olivia, teman satu kelas Ahmad
juga akan bisa menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 60 menit, analogi
demikian cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa
Olivia akan menyelesaikan 50 soal matematika dalam waktu 50 menit, dan menjadi
lemah jika kita mengatakan bahwa Olivia akan menyelesaikan 50 soal matematika
dalam waktu 75 menit.
d.
Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang
berbeda, semakin kuat analogi itu. Misalnya, kita menyimpulkan bahwa Fahri
adalah mahasiswa yang pandai karena dia berhasil menjadi delegasi untuk dikirim
ke Mesir. Analogi ini menjadi lebih kuat jika dipertimbangkan juga perbedaan
yang ada pada para delegasi sebelumnya, A, B, C, D dan E yang mempunyai latar
belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, keluarga, daerah,
pekerjaan orang tua, toh kesemuanya adalah mahasiswa yang pandai.
e.
Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila masalah yang dianalogikan itu
relevan, maka semakin kuat analogi itu. Bila tidak, analoginya tidak kuat dan
bahkan bisa gagal. Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang
mempunyai hubungan kausal. Misalnya, kita tahu bahwa sambungan rel kereta api
dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya. Bila kena panas,
rel tetap pada posisinya. Maka ketika hendak membangun rumah, kita menyuruh
tukang untuk memberikan jarak pada tiap sambungan besi pada rangka rumah.
Disini kita hanya mendasarkan pada suatu hubungan kausal bahwa karena besi
memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan
menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung.
No comments:
Post a Comment